Quantcast
Channel: BuntetPesantren.org | Situs resmi Pondok Buntet Pesantren - Cirebon

THE COMING OF THE WEST:

0
0

The Western world had for centuries been gradually penetrating most of the areas that had once been part of the Muslim empire, and in the latter part of the nineteenth century, in the vacuum left by the long decay and decline of the Ottoman Empire, European powers came to dominate the Middle East.

Among the first Europeans to gain a foothold in the Middle East were the Venetians who, as early as the thirteenth century, had established trading posts in what are now Lebanon, Syria, and Egypt, and who controlled much of the shipping between Arab and European ports. Then, in 1497, five years after Ferdinand and Isabella ended Islamic rule in Spain, Vasco da Gama led a fleet of four Portuguese ships around Africa and in 1498 found a new sea route to India from Europe. Dutch, British, and French frigates and merchantmen followed and began establishing trading outposts along the shores of the Indian Ocean, eventually undercutting both Venetian shipping and the Mediterranean trade on which the Middle East had thrived for millennia.


Dzikiran kok Bid'ah

0
0

Oleh Tubagus Ahmad Rivqi Khan

Ada salah satu sekte menyebar di masyarakat kita, mereka menamakan diri "salafi", padahal sebenarnya nama yang cocok bagi mereka adalah "talafi" (perusak). Jargon yang biasa mereka bawa adalah "basmi TBC", "perangi segala macam bid'ah", "Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah" dan kata-kata "manis" lainnya. Salah satu yang sering dapat serangan dari mereka adalah masalah yang sebenarnya "bukan masalah", tapi mereka ungkit-ungkit untuk membuat keributan. ngaku memerangi "TBC" tapi sebenarnya mereka sendiri membawa "TBC". Waspada!!!!!!

Khutbah Idul Fitri

0
0

Oleh: Sirodjuddin Marzuki

 

selamat Idul Fitri, maaf lahir batinAllahu Akbar 3 X Allah Maha Besar, Allah Maha Agung, dan Maha Suci Allah setiap pagi dan petang, baik di masa silam, masa kini, dan masa depan.

 

Segala puji bagi Allah, Zat yang telah menjadikan Hari Raya bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Dengan Idul Fitri, Allah telah menutup bulan Ramadhan, bulan suci bagi hamba-hamba-Nya yang berpuasa dengan penuh keikhlasan.

 

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang patut  disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Zat yang tiada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini akan membersihkan hati dari segala tipuan dan rayuan yang mecelakakan. Aku besaksi pula bahwa Muhammad itu adalah hamba dan Rasul-Nya, seorang makhluk terbaik dan yang paling taat kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Ya Allah, limpahkanlah rahmat, karunia, dan keberkahan-Mu kepada Sayyidina  Muhammad Saw., kepada keluarganya dan kepada segenap sahabatnya yang telah menghabiskan seluruh hidupnya dengan berjuang menegakkan agama-Mu.

 

Saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

 

Setelah sebulan penuh lamanya kita berpuasa, kini, dengan rahmat Allah Swt., kita berkumpul di sini dalam keadaan gembira bercampur sedih. Kita bergembira karena telah lulus dari ujian yang sangat berat, yaitu mengendalikan nafsu sebulan penuh lamanya. Kegembiraan ini   dirasakan khusus bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa. Tetapi kita juga bersedih karena telah ditinggalkan oleh bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan, sedang umur kita belum tentu akan bertemu kembali dengan bulan mulia ini.

 

Bulan Ramadan telah kita lalui, ibadah puasa telah kita jalani. Kini, pada hari ini, kita dan kaum muslimin di seluruh dunia beridul fitri.  Ada ucapan yang sangat populer dikalangan kaum muslimin yang sedang merayakan Idul Fitri, yaitu: Min al’Aidin Wal Faizin yang bila diterjemahkan secara harfiah, ucapan itu berarti: (semoga kita) termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kembali dan orang-orang yang beruntung. Sebuah ucapan yang mengandung doa yang diperuntukkan bagi orang-orang yang baru saja selesai melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.

 

Min al’ Aidin berarti (semoga kita) termasuk ke dalam golongan orang-orang yang kembali.  Kata ‘kembali’ memberikan kesan bahwa selama ini kita berada jauh dari agama; selama ini langkah hidup kita keliru dan salah arah sehingga perlu diluruskan dengan kembali kepada keadaan semula,Idul fitri yakni kembali kepada fitrah.

 

Fitrah  berarti kesucian, asal kejadian, atau agama yang benar. Bila fitrah dipahami dalam arti kesucian maka dengan ucapan Min al-Aidin, kita berdoa kepada Allah semoga, setelah sebulan penuh lamanya berpuasa, kita bersama kembali menjadi manusia yang suci bersih dari segala dosa dan noda. Bila fitrah dipahami dalam arti asal kejadian maka ucapan Min al-Aidin berarti semoga, setelah sebulan penuh lamanya berpuasa,  kita semua kembali menyadari jati diri kita sebagai makhluk dua dimensi, yaitu dimensi ruhaniah dan dimensi lahiriah , menjadi manusia yang utuh sehingga tidak terjadi pemisahan antara yang ideal dan yang aktual, ilmu dan amal, akidah dan syariah, moral dan perilaku semuanya saling melengkapi, kebutuhan jasmaniah tidak mengalahkan kebutuhan ruhaniah, dan dunia tidak mengalahkan akhirat. Dan bila fitrah dipahami sebagai agama yang benar, doa itu berarti semoga, setelah sebulan penuh lamanya berpuasa,   kita kembali dapat melaksanakan ajaran-ajaran agama sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

 

Adapun Wal-Faizin artinya: Dan (semoga kita) termasuk ke dalam orang-orang yang beruntung. Keberuntungan dalam bahasa Alqur’an berarti ketaatan kita dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, pengampunan atas segala dosa yang telah kita perbuat, dan surga yang dijanjikan. Jadi dengan ucapan   Wal-Faizin kita berdoa semoga kita semua, setelah menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan, menjadi semakin taat dalam beribadah dan mendapat ampunan dari Allah sehingga di akhirat kelak kita mendapatkan surga-Nya.

 

Orang-orang yang beruntung adalah mereka yang paska Ramadan menemukan kembali kesadaran dirinya, yaitu fitrah yang dengan fitrah itu manusia cenderung kepada kebenaran. Dan orang-orang yang merugi adalah mereka yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga karena mereka masih tetap berada jauh dari kesadaran dirinya, jauh dari Tuhannya, jauh dari agamanya, dan tetap jauh dari jalan kebenaran.

 

Allahu Akbar 3 X. Allah Maha Besar 3X

 

Saudara-saudara kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.

 

Manusia mempunyai dua jenis kesadaran fitri, yaitu kesadaran ilahiah dan kesadaran insaniah. Kesadaran ilahiah adalah kesadaran akan diri seseorang dalam kaitannya dengan  Yang Maha Ada, Allah Swt. Dengan kesadaran ilahiah, manusia senantiasa berada dalam orbit  kerinduannya untuk semakin dekat secara vertikal kepada Allah Swt. Adapun kesadaran insaniah adalah kesadran akan diri seseorang dalam kaitannya dengan seluruh umat manusia. Dengan kesadaran insaniah , semua manusia mempunyai rasa kemanusiaan yang sama yang membentuak kesatuan faktual dengan satu nurani insani bersama yang membuat manuasia merindukan kedekatan hubungan secara horizontal dengan sesamanya.

 

Kedua kesadaran tersebut merupakan potensi dasar manusia yang dibawa sejak manusia masih hidup di alam ruh, bersifat primordial dan laten. Syaikhul Islam Prof. Dr. Muhammad Tahir Ul Qadri dalam bukunya “Islamic Concept of Human Nature” halaman 25 mengatakan:

 

“This potensial awareness of God’s existence is a universal phenomenon. Each human society, in one form or the other, has posited the notion of divinity. Even in various un-Islamic and arheistic societies, people are inclined to ackowledge the precent and relevance of super-natural and supra-rasional forces which they are helpless to explain by perceptual standars.”

 

Kesadaran potensial akan keberadaan Allah adalah fenomena universal. Setiap masyarakat manusia, dalam satu bentuk atau yang lain, telah mengemukakan gagasan tentang keilahian. Bahkan dalam masyarakat  un-islami dan  arheistik sekali pun, orang cenderung mengakui kahadiran dan relevansi dari kekuatan super-natural dan supra-rasional yang mereka tidak berdaya untuk menjelaskan dengan standar yang dapat diterima.

Jadi, bukan manusia dilahirkan terlebih dahulu kemudian kesadarannya datang menyusul pada tahap selanjutnya. Kedua  kesadaran itu bersifat fitri yang sudah ada jauh sebelum manusia dilahirkan ke muka bumi. Allah Swt. berfirman:

...........

 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? “Mereka menjawab, betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi” (QS. Al-A’raf: 172).

 

Setelah manusia lahir ke alam dunia, kesadarannya sering kali terpenjara oleh dorongan-dorongan hawa nafsu dan berbagai rangsangan inderawi yang datang dari luar dirinya yang membuat manusia lupa akan perjanjian yang telah diucapkannya di hadapan Tuhannya, lupa akan amanat yang telah diterimanya sebagai khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.

 

Meskipun demikian, kesadaran tersebut tidak pernah hilang , ia tetap tersimpan di alam bawah sadar yang sewaktu-waktu muncul ke permukaan. Ketika seseorang hendak melakukan tindak kejahatan, kesadarannnya seringkali muncul dan akan berusaha untuk mencegahnya, dan jika dia terpaksa melakukannya dia akan menyesal; penyesalan adalah sebagai pertanda bahwa dia telah kembali kepada kesadarannya. Para pemabuk, pejudi, perampok, pezina, dan koruptor pada saat-saat tertentu muncul kesadarannya untuk menghentikan semua perbuatan tersebut; namun, karena kuatnya dorongan hawa nafsu , kesadaran mereka sering kali terkalahkan dan akhirnya kembali tenggelam ke alam bawah sadar. Mereka pun kembali kumat lagi.

 

Dengan demikian, ketidaksadaran adalah suatu kondisi ketika seseorang melupakan  Allah dan amanat yang telah diterimanya,melupakan agamanya,dan lupa akan jalan kebenaran yang harus ditempuhnya dikarenakan dirinya telah menjadi budak harta, budak pangkat dan jabatan, budak nafsu birahi, dan budak nafsu-nafsu lahiriah lainnya. Ketidaksadaran juga dapat terjadi karena jiwa terhalangi oleh pikiran-pikiran salah seperti prasangka buruk, fanatik kelompok, sudut pandang yang keliru, eksklusifisme, iri-dengki, dan lain-lain. Dalam kondisi seperti itu, jiwa menjadi lemah , tidak mampu melakukan rekoleksi atau pengingatan kembali akan alam yang lebih tinggi dan lebih indah disebabkan oleh keterlenaan hati pada dunia fenomenal.

 

Yang dimaksud hati di sini bukanlah hati fisik, tetapi hati spiritual yang berperan sebagai penghubung antara fitrah atau ruh ilahiah dan dunia fenomenal, penentu segala perbuatan manusia. Jika hati mengonstrasikan perhatiannya pada pranata ilahiah, ia akan menentukan sikap yang diambilnya sesuai dengan pranata iahiah tersebut. Sebaliknya jika hati teramat asyik dengan rangsangan-rangsangan inderawi dari dunia fenomenal, syahwatnya akan menguasainya sehingga manusia menjadi budak dari hawa nafsu dan syahwatnya, sama seperti binatang-binatang lain yang berkeliaran di kota-kota dan di desa-desa.

 

Untuk menemukan kembali kesadaran diri, nafsu harus dikendalikan, hati perlu ditempa dengan iman dan diisi dengan ajaran-ajaran ilahiah yang terkandung di dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi Saw. yang dijelaskan oleh para ulama. Allah Swt. berfirman:

...........

 

 

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS. Al-Rum: 30). Menghadapkan diri pada agama Allah merupakan jalan praktis bagi hati untuk menemukan kembali kesadaran diri manusia.

 

Selama berpuasa di bulan Ramadan, kita dilatih agar mampu menahan diri dari segala godaan hawa nafsu dengan berusaha meninggalkan segala perbuatan yang dilarang agama; hati kita diisi dengan iman dan ilmu ilahiah dengan memperbanyak ibadah, baik ibadah mahdoh yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan batin dengan Allah maupun ibadah muamalah yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan baik dengan sesama.

 

Dengan berlalunya bulan Ramadan, haruslah lahir pribadi-pribadi baru, yaitu pribadi-pribadi yang telah menemukan kembali kesadaran dirinya, yang mampu merekoleksi perjanjian yang telah diucapkannya di hadapan Allah pada saat masih berada di alam ruh dan yang mampu melaksanakan amanat yang telah diterimanya sebagai khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi. Pribadi-pribadi tersebut adalah pribadi-pribadimuttaqin.

 

Pribadi-pribadi mutaqin adalah pribadi-pribadi yang karena kesadarannya senantiasa mendambakan kedekatan hubungan dengan Allah Azza wa Jalla. Dan kedekatan hubungan dengan Allah hanya dapat dicapai apabila diserti pula dengan kesediaan untuk mendekati sesama manusia. Pribadi-pribadi muttaqin adalah para pecinta Allah; dan para pecinta Allah tidak akan pernah tinggal diam ketika melihat saudara-saudaranya berbalut duka karena kemiskinan, kebodohan, kekerasan, dan penyakit. Mereka, baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, terjun ke medan laga untuk membantu nasib orang lain yang hidup serba kekurangan. Pribadi-pribadi muttqin adalah mereka yang enggan melakukan tindakan yang merugikan atau mencelakakan  orang lain, karena mereka sadar bila mereka tidak suka mendapat perlakuan seperti itu, orang lain pun mempunyai perasaan yang sama. Duka orang lain adalah duka mereka juga. Dan akhirnya, pribadi-pribadi muttaqin adalah mereka yang mnyintai orang lain sebagaimana mereka menyintai diri mereka sendiri, menyayangi dan menghargai orang lain sebagaimana mereka menyayangi dan menghargai diri mereka sendiri.

Allahu Akbar 3 X     Allah Maha Besar3 X

 

Saudara-saudara kaum muslimin wal muslimat yang berbahagia.

 

Setelah sebulan penuh lamanya kita berpuasa di bulan Ramadhan, kini kita beridul fitri yang berarti kita kembali ke fitrah semula, suci bersih sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw:

...........

 

Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharapkan keridoan Allah Swt.,maka dia dikembalikan menjadi suci bersih dari dosa dan kesalahan seperti bayi yang baru saja dilahirkan oleh ibunya. Oleh karena itu, janganlah diri yang suci ini kembali dikotori dengan perbuatan-perbuatan dosa.

Di hari yang fitri ini, hari ketika kita menemukan kembali kesadaran diri kita, genggamlah erat-erat kesadaran itu, dan jangan sampai lepas lagi. Marilah kita rayakan hari kemenangan ini, bukan dengan mengunjungi tempat-tempat maksiat, bukan berpesta pora bermabuk-mabukan; tetapi kita rayakan Idul Fitri ini dengan melakukan zikrullah, mengungkapkan dan mensyiarkan agama Ilahi, mengumandangkan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil:

...........

 

Yaitu pengakuan yang bulat dan mutlak akan Kebesaran dan Kekuasaan Ilahi.

Disamping mengagungkan asma Allah, marilah kita perbaharui ikrar tauhid kita dengan mengucapkan kata-kata:

= Janji Allah senantiasa benar

= Allah selalu menolong hamba-hamba-Nya

= Allah senantisa memuliakan pejuang-pejuang

= Allah sendiri saja mampu menghancurkan

musuh.

 

Juga kita rayakan Idul Fitri ini dengan meningkatkan ikatan persaudaran, saling cinta-menyintai, santun menyantuni, dan dengan memupuk rasa kesetiakawanan. Merapatkan tali silaturrahim dengan saling bersalaman, bermaaf-maafan, kunjung-mengunjungi baik antara keluarga dengan keluarga, tetangga dengan tetangga, sahabat-sahabat dan lain-lain. Begitulah seharusnya kita merayakan Idul Fitri. Janganlah hati yang telah kita bina selama ini kita rusak dengan perbuatan-perbuatan tercela. Semoga jiwa Ramadhan dan kesadaran fitri ini tetap di hati kita sepanjang tahun. Amin ya robbalalamin.

 

 

 

Kebebasan adalah Keindahan

0
0

KH. Husein Muhammad

KH. Husein MuhammadAlam semesta secara factual adalah warna warni, beragam,  plural, muta’addidah. Dalam warna-warni ada keindahan, dalam keragaman ada rahmat dan dalam pluralitas ada dinamika kehidupan.

Realitas alamiah semesta itu menunjukkan bahwa tidak ada makhluk yang sama di muka dunia ini sejak ia diciptakan Tuhan sampai hari ini dan mungkin sampai kiamat. Maka siapapun tak bisa mengingkarinya. Pengingkaran adalah penolakan terhadap Kehendak Tuhan. Yang ada adalah kemiripan, keserupaan dan seakan-akan. Semua diciptakan Tuhan untuk kebahagiaan manusia. Isi pikiran, hati, kehendak dan bahasa manusia juga berbeda-beda.Meski ia berbeda, tetapi semua dan setiap manusia ingin bahagia. Dan ini tak bisa dipaksakan. Karena itu siapapun sejatinya tidak bisa memaksakan kehendaknya, keyakinannya dan pilihannya kepada orang lain apalagi dengan menggunakan cara-cara kekerasan, karena itu berarti merenggut hak-hak dasarnya.

Bahkan tidak juga Nabi tak bisa dan tak boleh memaksa. Kepada kekasih-Nya itu, Dia bilang: “Kamu tidak punya hak memaksa mereka”, (Qs. Al-Ghasyiyah [88]: 22). Ketika Nabi bersedih karena ada keluarga yang dicintainya tidak mau mengikuti agamanya, padahal ia sangat menginginkannya, Tuhan segera menegurnya: “kamu (Muhammad) tidak bisa memberikan petunjuk (keimanan) orang yang kamu cintai tetapi Tuhanlah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakinya”. (Qs. Al-Qashash [28]: 56). Ketika Alî bin Abî Thâlib berjalan-jalan dan melihat orang-orang Yahudi sedang beribadah di kuil mereka, ia teringat kata-kata Nabi saw agar membiarkan mereka mengabdi kepada Tuhan dengan caranya sendiri. Alî mengatakan: “Umirna an Natrukahum wa ma Yadinun” (kami diperintahkan membiarkan mereka bebas menjalankan keyakinannya).

Dalam fakta keseharian, kadang ada orang atau orang-orang (komunitas) ingin agar orang/komunitas lain seperti diri/komunitasnya, karena menurut diri/komunitasnya pilihan jalan hidupnya adalah tepat dan akan membahagiakannya. Ia ingin agar kebahagiaan itu tidak hanya milik atau dirasakaan dirinya. Dia/mereka konon, ingin membagi kebahagiaan itu. Boleh jadi kebahagiaan itu hanyalah bayangan saja yang diyakininya sebagai sebuah kepastian, karena katanya, itu pilihan atau kehendak Tuhan, sebagaimana yang difirmankan-Nya, dan kehendak Tuhan adalah kebenaran semata.

Ini adalah wajar saja dan sangatlah manusiawi. Akan tetapi Tuhan memberikan cara atau jalan untuk kehendak atau keinginan manusia itu. Tuhan mengatakan : “Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan ‘hikmah’ (ilmu pengetahuan) dan pikiran yang baik (berdiskusi) dan ajaklah mereka berdialog (berdebat) dengan cara yang lebih baik”. (Qs. Al-Nahl (16):125). Sesudah itu biarkan mereka memilih sendiri. Tuhan mengatakan; “Tidak (boleh) ada pemaksaan dalam (memilih) agama. Telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat”. (Qs. Al-Baqarah (2): 256).

Ini berarti Tuhan menyatakan, silakan ajak mereka, tapi jangan dengan memaksa dan dengan jalan kekerasan. Sia-sia. Pilihan pikiran dan hati tak bisa dipaksakan. Pikiran adalah getaran-getaran lembut yang liar. Rumi mengatakan : “ tak ada kuasamu menyingkirkan pikiran itu, meski dengan sejuta tetes keringat dan sampai otot meregang-tegang”.

ليس فى وسعك ابعاد تلك الفكرة بمائة الف جهد وسعى

Begitulah, maka penggunaan kekerasan, ancaman dan pemaksaan terhadap orang lain untuk menerima atau meyakini suatu pilihan atas sebuah pandangan, pendapat atau keyakinan keagamaan, tentu bukanlah jalan yang dikehendaki Tuhan. Kita diminta Tuhan semata-mata untuk menawarkan satu bentuk atau jalan kebahagiaan, seperti yang disampaikan-Nya kepada Nabi. Tawaran yang menarik hati orang adalah ketika dia mampu bicara manis, seperti dicontohkan Nabi yang mulia. Dan tawaran yang menarik hati adalah ketika dia disediakan berbagai pilihan, berbagai warna, bagai di taman bunga, dan disambut dengan senyum dikulum, dan tidak dengan menghunus pedang.

(Husein Muhammad, Cirebon, 22-09-10)

Sumber: FB KH. Hussein Muhammad

 

 

Hukum Membaca Yasin Malam Tertentu

0
0

Bagaimana hukum membaca Yasinan pada malam-malam tertentu? Dalam tafsir imam abul fida Alhafizd Ibnu Katsir Addimisyqi (murid Ibnu Taimiyah), Beliu wafat tahun 774 H, Pada halaman 525 jilid 3 cetakan Darul Kutub tahun 2006 yg harganya setahun lalu 250rb rupiah di pasaran, mgkn sekarang harganya udah naik, Nah pada halaman 525 baris ke 10 dr atas kitab Ini nash nya sebagai berikut:

Panduan ziarah kubur versi madzhab Hanbali

0
0

Oleh : K.Tb. Ahmad Rifqi Chowwas

 

Matholib ulinnuha kitab fiqh Madzhab Hanbali

juz 5 hal 2

tentang ziarah kubur dan hadiah pahala.

...

( وَتُسْتَحَبُّ قِرَاءَةٌ بِمَقْبَرَةٍ )

قَالَ الْمَرُّوذِيُّ : سَمِعْتُ أَحْمَدَ يَقُولُ : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ .

وَأَخْرَجَ السَّمَرْقَنْدِيُّ عَنْ عَلِيٍّ مَرْفُوعًا { مَنْ مَرَّ عَلَى الْمَقَابِرِ وَقَرَأَ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ إحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً ، ثُمَّ وَهَبَ أَجْرَهُ لِلْأَمْوَاتِ ؛ أُعْطِي مِنْ الْأَجْرِ بِعَدَدِ الْأَمْوَاتِ } وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَأَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ ، ثُمَّ قَالَ : إنِّي جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلَامِكَ لِأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ؛ كَانُوا شُفَعَاءَ لَهُ إلَى اللَّهِ تَعَالَى } ، وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا : { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا ، فَقَرَأَ عِنْدَهُ يَاسِينَ ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } ، رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ .

( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( بِالنِّيَّةِ ، فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ ، ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ ، وَنَفَعَهُ ذَلِكَ بِحُصُولِ الثَّوَابِ لَهُ ، وَلَوْ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ) ، ذَكَرَهُ الْمَجْدُ .

(dan disunnahkan membaca bacaan di kuburan)

al Marwadzi berkata; aku mendengar imam Ahmad bin Hanbal ra berkata :apa bila kamu memasuki pekuburan maka bacalah fatihah,mu'awwidatain,qul huwallahu ahad dan jadikanlah pahala bacaan tersebut untuk ahli pekuburan maka pahala tersebut akan sampai kepada mereka. dan seperti inilah adat para shahabat Nabi saw dari kaum Anshar dalam hilir mudik mereka dalam (mengubur)orang-orang mati mereka, dan mereka membacakan al qur'an.

Al-samarqandi meriwayatkan dari Ali ra dalam hadits marfu' :" barang siapa yang melewati pekuburan kemudian membaca qul huwallohu ahad sebelas kali,kemudaian dia hibahkan pahala bacaan tersebut kepada orang-orang yg telah mati,maka ia aka di beri pahala sejumlah bilangan orang yang telah mati.

dari Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi saw bersabda :"barangsiapa memasuki pekuburan kemudian dia membaca al Fatihah,Qulhuwallohu ahad dan alhakum al takatsur,kemudian dia megatakan :aku jadikan pahala bacaan kitabmu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu'min laki-laki maupun perempuan ,maka mereka akan menjadi penolong nya di sisi allah kelak.

dari Aisyah ra dari Abi bakar ra dalam hadits marfu' : barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap jum'ah atau salah satu dari mereka kemudian dia membacakan surat yasin maka allah akan mengampuninya sejumlah ayat atau hurufnya hr. Abu Syaikh.

(dan setiap qurbah/ibadah yang dilakukan oleh orang muslim)dan dia jadikan dengan niatnya (bukan hanya dg lafadz nya) untuk muslim lainnya baik yg sudah meninggal maupun masih hidup maka boleh dan dapat memberikan manfa'at dengan mendapatkan pahala untuknya meskipun untuk baginda Rasulillah saw. begitulah seperti apa yang dituturkan oleh al Majd.


Syarah Muntahal Irodat (Kitab Fiqh Madzhab Hanbali)Juz 3 Hal 9

tentang ziarah kubur.

( (وَسُنَّ ) لِزَائِرِ مَيِّتٍ فِعْلُ ( مَا يُخَفِّفُ عَنْهُ وَلَوْ بِجَعْلِ جَرِيدَةٍ رَطْبَةٍ فِي الْقَبْرِ ) لِلْخَبَرِ ، وَأَوْصَى بِهِ بُرَيْدَةَ ذَكَرَهُ الْبُخَارِيُّ .

... ( وَ ) لَوْ ( بِذِكْرٍ وَقِرَاءَةٍ عِنْدَهُ ) أَيْ الْقَبْرِ لِخَبَرِ الْجَرِيدَةِ لِأَنَّهُ إذَا رُجِيَ التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِهَا فَالْقِرَاءَةُ أَوْلَى وَعَنْ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ كَانَ يُسْتَحَبُّ إذَا دُفِنَ الْمَيِّتُ أَنْ يَقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا ، رَوَاهُ اللَّالَكَائِيُّ ، وَيُؤَيِّدُهُ عُمُومُ { اقْرَءُوا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ } .

وَعَنْ عَائِشَةَ عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَرْفُوعًا { مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يس غَفَرَ اللَّهُ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ } رَوَاهُ أَبُو الشَّيْخِ فِي فَضَائِلِ الْقُرْآنِ ( وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ ) الْمُسْلِمُ ( ثَوَابَهَا لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ حَصَلَ ) ثَوَابُهَا ( لَهُ وَلَوْ جَهِلَهُ ) أَيْ الثَّوَابَ ( الْجَاعِلُ ) لِأَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ كَالدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَوَاجِبٌ تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ وَصَدَقَةُ التَّطَوُّعِ إجْمَاعًا وَكَذَا الْعِتْقُ وَحَجُّ التَّطَوُّعِ وَالْقِرَاءَةُ وَالصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ .

قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .

وَمِنْهَا مَا رَوَى أَحْمَدُ { أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَمَّا أَبُوك فَلَوْ أَقَرَّ بِالتَّوْحِيدِ فَصُمْت أَوْ تَصَدَّقْتَ عَنْهُ نَفَعَهُ ذَلِكَ } رَوَى أَبُو حَفْصٍ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ " "

أَنَّهُمَا كَانَا يُعْتِقَانِ عَنْ عَلِيٍّ بَعْدَ مَوْتِهِ " وَأَعْتَقَتْ عَائِشَةُ عَنْ أَخِيهَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدَ مَوْتِهِ ، ذَكَرَهُ ابْنُ الْمُنْذِرِ .

artinya: dan "disunnahkan" bagi orang yang berziarah kepada mayit untuk berbuat sesuatu yang meringankan beban mayit terebut,meskipun dengan meletakkan pelepah kurma yang basah diatas kuburan –karena ada al khobar (hadits)dan buraidah ra berwashiyat dengan demikian sesuai riwayat al Bukhori,juga dengan "dzikir" dan bacaan al qur'an di samping kuburan tersebut dikarenakan apabila dengan pelepah kurma tersebut dapat diharap dengan tasbihnya maka lebih-lebih dengan bacaan al qur'an.

dari ibni umar ra bahwasanya beliau menyanangi apabila mayit dikubur untuk dibacakan dengan pembukaan dan akhir surat al Baqoroh demikian riwayat Allalka'ie. dan riwayat tersebut diperkuat dengan keumuman hadits (bacalah Yasin untuk orang mati kalian)

dari siti Aisyah ra dari sayyidina Abu bakar ra dalam hadits marfu' dikatakan :barangsiapa yang berziarah kepada kedua orang tuanya di setiap hari jum'at atau salah satu dari mereka ,kemudian dia membacakan surat yasin maka allah akan mengampuninya sejumlah huruf atau ayat surat tersebut. hr Abu Syaikh di fadhail al qur'an.

dan seiap qurbah (ibadah) yang dilakukan seorang muslim kemudian dia jadikan pahalanya sebagai hadiah bagi muslim lain baik hidup maupun sudah mati maka hal tersebut dapat dilakukan meskipun ia tidak tahu,sebab allah swt mengetahuinya seperti halnya do'a dan istighfar,ibadah yg bisa digantikan,shodaqoh sesuai ijmak para ulama begitu juga memerdekakan budak,haji sunnah,bacaan qur'an,sholat dan puasa.

imam Ahmad berkata :dapat sampai kepada mayit segala kebaikan seperti shodaqoh,sholat atau yang lainnya karena beberapa hadits diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan imam ahmad bahwa :Umar bin khoththob ra bertanya kepada Nabi saw lalu nabi saw menjawab :adapun ayahmu bila ia mengakui ke Esaan allah,kemudian kau berpuasa dan bersedekah untuknya maka hal itu akan memberi manfa'at baginya.

abu hafash meriwayatkan dari al Hasan dan al Husain bahwa mereka berdua memerdekakan budak untuk ayahnya ali bin Abi thalib ra setelai ia meninggal dunia. dan aisyah ra memerdekakan budak untuk saudaranya abdurrahman setelah ia meninggal dunia,sebagaimana yang dikatakan Ibnul mundzir

pendapat Syaikh muhammad bin abdul wahhab :

[ محمد بن عبدالوهاب ]

ذكر محمد بن عبد الوهاب في كتابه أحكام تمني الموت [ ص75 ] مايفيد وصول ثواب الأعمال من الأحياء إلى الأموات ومن ضمنها قراءة القران للأموات حيث ذكر:

((وأخرج سعد الزنجاني عن أبي هريرة مرفوعا من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله أحد والهاكم التكاثر ثم قال أني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات كانوا شفعاء له إلى الله تعالى

وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسنده عن أنس مرفوعا من دخل المقابر فقرأ يس خفف الله عنهم وكان له بعدد من فيها حسنات

انتهى

Muhammad bin abdul wahhab dalam kitabnya "ahkam tamannil al maut " halaman 75 :mengatakan apa yang memberi pengertian bahwa bisa sampainya pahala amal ibadah dari orang hidup untuk orang-orang mati termasuk dengan bacaan al qur'an,ketika dia mengatakan dalam kitab tersebut:

"sa'ad azzanjani meriwayatkan hadits dari abu huroiroh ra dengan hadits marfu' :

:barang siapa memasuki pekuburan kemudian membaca fatihah,qul huwallohu ahad,alha kum attakatsur kemudian dia berkata :ya allah aku menjadikan pahala bacaan kalammu ini untuk ahli kubur dari orang-orang mu'min,maka ahli kubur itu akan menjadi penolongnya nanti di hadapan allah swt.....

Abdul aziz shahib al khollal meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas dalam hadits marfu'...

Nabi saw bersabda:

barangsiapa yang memasuki pekuburan kemudian dia membaca yasin maka allah akan meringankan siksaan mereka,dan dia akan mendapatkan pahala ahli kubur tersebut......

selesai


Mari Kita Telaah Kitab Arruh Hal 11 Karangan Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah

اخبرني الحسن بن الهيثم قال سمعت أبا بكر بن الأطروش ابن بنت أبي نصر بن التمار يقول كان رجل يجيء إلى قبر أمه يوم الجمعة

فيقرأ سورة يس فجاء في بعض أيامه فقرأ سورة يس ثم قال اللهم إن كنت قسمت لهذه السورة ثوابا فاجعله في أهل هذه المقابر فلما كان يوم الجمعة التي تليها جاءت امرأة فقالت أنت فلان ابن فلانة قال نعم قالت إن بنتا لي ماتت فرأيتها في النوم جالسة على شفير قبرها فقلت ما أجلسك ها هنا فقالت إن فلان ابن فلانة جاء إلى قبر أمه فقرأ سورة يس وجعل ثوابها لأهل المقa ابر فأصابنا من روح ذلك

أو غفر لنا أو نحو ذلك

Al hasan bin al haitsam memberi khabar,dia berkata aku mendengar abu bakar bin al Athrusy ibn binti Abi Nashor al tammar dia berkata:

"ada seorang laki-laki mendatangi kuburan ibunya pada hari jum'atkemudian dia membacakan surat yasin,selang beberapa hari lagi dia datang berziarah dan membaca yasin pula...laki-laki itu berkata: ya alloh,kalau engkau sudi membagikan pahala surat ini,maka bagikanlah pahalanya untuk seluruh ahli kubur ini...."

kemudian jum'at berikutnyapun tiba.....namun tiba-tiba ada wanita tidak dikenal bertanya kepada dia:"engkaukah fulan bin fulanah........?dia menjawab:ia betul....si wanita tadi berkata:sungguh aku mempunyai anak wanita yang sudah meninggal....kemudian aku bermimpi dia sedang duduk disamping kuburannya dengan senang....maka aku bertanya:apa yang membuatmu duduk-duduk di sini seperti ini....???

dia menjawab: sungguh ada seorang pria si fulan bin fulanah yang berziarah di kuburan ibunya dengan membaca surat yasin dan memohon pahalanya di bagikan untuk seluruh ahli kubur....sehingga aku kebagian anugerah bacaan tersebut atau allah mengampuni kami atau semacamnya....


Imam Al Allamah Ibnu Qudamah Al-Hanbali Al-Maqdisy dan bepergian untuk ziarah kubur

قال ابن قدامة في المغني

( فَصْلٌ : فَإِنْ سَافَرَ لِزِيَارَةِ الْقُبُورِ وَالْمَشَاهِدِ .

... فَقَالَ ابْنُ عَقِيلٍ : لَا يُبَاحُ لَهُ التَّرَخُّصُ ؛ لِأَنَّهُ مَنْهِيٌّ عَنْ السَّفَرِ إلَيْهَا ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ } .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ ، وَالصَّحِيحُ إبَاحَتُهُ ، وَجَوَازُ الْقَصْرِ فِيهِ ؛ لَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا ، وَكَانَ يَزُورُ الْقُبُورَ ، وَقَالَ : { زُورُوهَا تُذَكِّرْكُمْ الْآخِرَةَ } .

وَأَمَّا قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إلَّا إلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ " فَيُحْمَلُ عَلَى نَفْيِ التَّفْضِيلِ ، لَا عَلَى التَّحْرِيمِ ، وَلَيْسَتْ الْفَضِيلَةُ شَرْطًا فِي إبَاحَةِ الْقَصْرِ ، فَلَا يَضُرُّ انْتِفَاؤُهَا """.

وقال:""

فَصْلٌ : وَيُسْتَحَبُّ الدَّفْنُ فِي الْمَقْبَرَةِ الَّتِي يَكْثُرُ فِيهَا الصَّالِحُونَ وَالشُّهَدَاءُ ؛ لِتَنَالَهُ بَرَكَتُهُمْ ، وَكَذَلِكَ فِي الْبِقَاعِ الشَّرِيفَةِ .

وَقَدْ رَوَى الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ بِإِسْنَادِهِمَا { أَنَّ مُوسَى - عَلَيْهِ السَّلَامُ - لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ سَأَلَ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يُدْنِيَهُ إلَى الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ

Ibnu Qudamah al Hanbali berkata di kitab al Mughni:

(fashal)maka apabila seseorang bepergian untuk menziarahi kuburan dan masyahid,ibnu Aqil berkata:ia tidak beroleh rukhshoh(mengqoshor &menjama' shalat)karena bepergian tersebut dilarang Nabi saw bersabda:(tidak dipersiapkan bepergian kecuali ke 3 masjid)muttafaq 'alaih.

Yang benar(shohieh)adalah diperbolehkannya dan ia boleh mengqoshor shalat itu karena Nabi saw seringkali mendatangi Quba' dengan berjalan kaki dan naik kendaraan dan seringkali berziarah kubur,Nabi Saw bersabda:"berziarah ke kuburan,karena mengingatkan kalian akan akhirat.

Adapun hadits Nabi saw tadi adalah bukan larangan tetapi sedang menerangkan fadhilah(keutamaan masjid yang tiga)dan fadhilah atas sesuatu itu tidak menjadi syarat atas kebolehan dari mengqoshor shalat.Maka idak ada fadhilah pun boleh mengqoshor.

Ibnu Qudamah berkata:

(Fashal) dan disunnahkan untuk dikubur di tempat yang terdapat orang-orang sholeh dan para syuhada' supaya mendapat barokah mereka,juga di tempat-tempat mulia karena telah diriwayatkan oleh imam Bukhory dan Muslim bahwasanya: Nabi Musa As ketika akan meninggal beliau memohon kepada Allah swt untu dikubur didekatkan dengan tanah suci sepelempar batu…….Nabi saw bersabda:"kalau saya ada di sana maka kalian akan saya tunjukkan (kuburannya)di dekat bukit merah

وقد روي عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنه قال : (( من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم يومئذ وكان له بعدد من فيها حسنات وروي عنه عليه السلام من زار قبر والديه فقرأ عنده أو عندهما يس غفر له )) المغني - ج : 2 ص : 224


telah diriwat kan dari Nabi saw bahwa barangsiapa masuk ke kuburan kemudian membaca surat yasin maka akan diringankan untuk mereka (ahli kubur) pada saat itu dan ia akan mendapat kebaikan sebanyak bilangan ahli kubur tersebut. dan diriwayatkan pula bahwa :barangsiapa yang menziarahi kuburan ke dua orang tuanyakemudian membaca yasin di samping mereka atau salah satunya maka ia akan diampuni.

(al Mughni Li Ibni Qudamah hal 224 juz 2).


wallahu 'alam bishshawab....

Kiai Said, Lafadz Tahlil, dan Sapi

0
0

altBerbicara Buntet Pesantren tentu tidak terlepas dengan Pesantren-pesantren lain yang memiliki relasi baik keilmuan maupun kekeluargaan. Salah satu Pondok Pesantren yang memiliki kekerabatan dengan Buntet Pesantren adalah Pondok Pesantren Gedongan yang didirikan oleh Kiai Mohammad Said, Sepupu dari Kiai Abdullah Jamil bin Kiai Muta’ad.

Kiai Said membangun sebuah masyarakat kecil di tengah perhutanan pada pertengahan abad 18 M. Kiai Said yang Ber'uzlah ke sebuah pelosok yang kemudian disebut Gedongan dan meninggalkan pernak-pernik kekeratonan Cirebon dikenal sebagai seorang ulama (waliyullah) yang memiliki banyak karomah.

Salah satu karomah beliau tampak pada sebuah acara tahlilan. Sesaat setelah terdengar kabar duka , ahli waris jenazah matur (memohon) kepada Kiai Said untuk ngimami (memimpin) tahlil kerabatnya yang baru meninggal. Kiai Said pun menyanggupi “atur-atur” tersebut. Singkat cerita, malam pertama setelah jenazah dikebumikan diadakan tahlilan di rumah jenazah. Tahlil tampak semarak dengan hidangan beraneka rupa. Tawassul sudah dibacakan diiringi lantunan ayat2 fatihah berjama’ah lalu langsung dilanjutkan ke bacaan tahlil (Laa Ilaaha Illa Allah), sampai di lafadz tahlil yang ke 3 ternyataKiai Said mengeraskan bacaannya lalu tashbihnya diangkat ke atas, menandakan tahlil telah selesai, lalu beliau menengadahkan tangannya, pertanda memulai memimpin jama’ah tahlil mendoakan jenazah yang baru meninggal.

Ternyata tahlil singkat yang dipimpin Kiai Said menuai protes dari sang Sohibul Hajat yang tak lain merupakan salah satu orang kaya di Kampung tempat diadakan tahlil tersebut. Penyebab protesnya sang tuan rumah tak lain dan tak bukan karena sang tuan Rumah merasa telah menyiapkan acara semaksimal mungkin, beraneka macam makanan dihidangkan, sebegitu meriahnya acara tahlilan tersebut sampai tuan rumah menyembelih satu ekor sapi yang besar untuk menjamu jama’ah tahlil yang datang sedangkan Tahlil hanya berlangsung sampai lafadz tahlil yang ke 3. Dasar Kiai Said yang memang seorang “Wali” yang memiliki karomah, menjawabnya dengan enteng saja, “lafadz tahlil 3x saya lebih berat dari daging sapi yang sampeyan sembelih” tutur Kiai said datar. Ya bisa ditebak respon sang Tuan rumah, tetep protes dan malah menganggap Kiai Said hanya sedang berdalih membenarkan tindakan dirinya. Kiai said menanggapinya dengan tenang sambil menuliskan lafadz tahlil (Laa Ilaaha Illa Allah) 3 X pada selembar kertas lalu menyuruh beberapa orang untuk mengangkat dan menimbangnya selanjutnya hasil timbangan kertas tersebut dibandingkan dengan bobot daging sapi yang di sembelih tuan Rumah. Dan biidznillah, kertas bertuliskan lafadz tahlil 3x lebih berat disbanding daging satu ekor sapi. Ma syaa Allah wa in lam yasyaa lam yakun.

*Kisah ini diadaptasi dari penuturan K.H. Abdullah Syifa Akyas pada suatu acara tahlil yang dihadiri oleh penulis dengan referensi tambahan http://magarsari.blogspot.com/2009/06/kh-mohammad-said-tokoh-pendidikan-dari.html oleh Kiai Said Aqil Siradj

oleh Alumni MI NU Putra Buntet Pesantren

Menteri PDT: Peran Pesantren dalam Memperkokoh NKRI, Wajib Hukumnya

0
0

Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Helmy Faishal Zaini mengajak para pimpinan pondok pesantren (ponpes) untuk memajukan daerah tertinggal. Helmy menyatakan, peran serta ponpes dalam mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan memperkokoh NKRI wajib hukumnya. Hal itu diutarakan Helmy dan jajarannya saat berkunjung ke Ponpes Buntet Cirebon akhir pekan lalu.

 Penandatanganan naskah kesepahaman (MoU) dilakukan antara menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faishal Zaini dengan Direktur Akademi Perawatan Buntet Ponpes Cirebon. Kedua pihak bekerjasama untuk mengirim tenaga  kesehatan untuk membantu percepatan pembangunan di kawasan timur yang identik dengan daerah tertinggal.


Digitalizing and Cataloging Islamic Manuscripts in Pesantren

0
0

By : Muhammad Nida' Fadlan

Islamic Manuscript Unit (ILMU) of the Center for the Study of Islam and Society (PPIM) Syarif Hidayatullah State Islamic University (UIN) Jakarta in cooperation with Rumah Kitab Foundation and the Indonesian Ministry of Religious Affairs (MORA) organized the Digitalization and Catalogization of Nusantara Manuscripts training on February 21-22th, 2012 in PPIM UIN Jakarta. This is the second training conducted by ILMU PPIM after the first training in 2010.

The training was supported by the Indonesian Association for Nusantara Manuscripts (Masyarakat Pernaskahan Nusantara [Manassa]), a professional association focuses on Nusantara manuscripts. Manassa lent their digitalization equipments obtained from Leipzig Univerity, Germany to be used during the training.

Participants include fifteen manuscript owners from two oldest traditional pesantrens: Babakan Ciwaringin and Buntet in Cirebon, West Java. They obtained the knowledge and the skills to digitalize manuscripts under the guidance of Dr. Oman Fathurahman (the Coordinator of ILMU-PPIM), Lies Marcoes-Natsir, MA. (the Director of Rumah Kitab Foundation), and Munawar Holil, M.Hum. (Manassa).

The training was opened by the Secretary of General Directorate of Islamic Education of MORA Dr. Affandi Mochtar, followed by the speech from Dr. Dick van der Meij on “the Phenomenon of Islamic Manuscripts in Java”. At the training sessions, trainers discussed theories and practices on manuscript digitalization including the strategy of digitalizing and cataloging manuscripts, introduction and installation of digitalization equipments, techniques of formulating and filling the metadata of manuscripts, and the techniques to process the photos of digitalizing results.

 

Islamic Manuscripts in Pesantren

Pesantren is the oldest Islamic educational institution in Indonesia that survives until today. The existence of pesantren has inspired many Muslims to establish other Islamic educational institutions. In addition, pesantren has also become an object of research from many local and international researchers. They study many aspects of pesantren including its system and methods of education, santri-kyai relations, and the materials of pesantren curricula such as Islamic manuscripts.

Pesantren has become a vehicle for the ulama to spread Islam. Most importantly, in the past, their purpose was to use pesantren to propagate Islam and use kitabs as teaching materials to their students. The ulama had written various subjects they taught at pesantren on the diverse materials, such as paper, bark, bamboo, palmyra, and so on. Then, they instructed their students to copy the manuscripts so that the Islamic teachings containing on the manuscripts could be read by other Muslims. This process had been part of Islamization in Nusantara through santri-kyai relation and the production of manuscripts.

Until recently, the contents of Islamic heritages preserved in pesantren. One of its way to preserve the heritages is for students at pesantren to studying manuscript contents such as baḥth al-masā’il forum (discussing religious affairs by using kitabs and manuscripts as primary sources). Some pesantren preserves the writing tradition of religious manuscripts through copying their textbook. The copying process has been carried out by handwriting using dye ink. This is the continuation of manuscripts tradition in pesantren.

 

Starting from Cirebon

Based on the preliminary study on Islamic manuscripts in the two pesantrens, Babakan Ciwaringin and Buntet, in Cirebon, the two pesantrens have preserved a number of manuscripts written by Indonesian ulama. These manuscripts are not only written in Javanese and Arabic, but also in Malay.

One of the manuscripts found in the pesantren is Sabīl al-muhtadīn is a Malay fiqh written by Muhammad Arsyad al-Banjari, an ulama of South Kalimantan in the eighteenth century. Pesantren Buntet has a collection of about 40 manuscripts. Unfortunately, they are in a very poor condition. Those manuscripts are Pesantren Buntet’s heritages that are now become the object of this digitalization program.

Since the manuscripts in these two pesantrens are not well preserved, the pesantrens’ students could not access the manuscripts and read its content. this is very unfortunate since the manuscripts are both cultural heritage of pesantren that has to be preserved and they also contain Islamic knowledge that can contribute to the reconstruction of Islamic socio-intellectual history in Cirebon and even in Nusantara.

Various efforts then need to be done to facilitate the studying of manuscripts. One of these efforts is to digitalize the manuscripts. This method would be a worthy contribution to students and scholars who want to study the vulnerable old manuscripts.

 

Digitalizing Pesantren’s Manuscripts

Digitalization of manuscripts is one of the best methods to both preserve Islamic cultural heritages and disseminate the ideas of older ulamas. Without digitalizing, manuscripts will be decayed by age and its content will vanish. Therefore digitalization is necessary for manuscripts preservation and their contents.

Until recently, there are rarely efforts to preserve Islamic manuscripts in pesantrens. It is a serious concern that the collection of Islamic manuscripts in pesantren will be destroyed by their age and its content will disappear. Therefore, digital preservation to the classical manuscripts of pesantren is an urgent need.

This program expect that pesantren’s students will increasingly become aware to preserve their writing traditions in the form of manuscripts. At the same time they need to understand the use of technology as a medium to preserve manuscript by digitalization. At last, in digital and online form, the manuscripts could be studied by a wider audience so that they could be accessed internationally.

__________________________

  1. Muhammad Nida’ Fadlan is researcher at PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  2. This article has been published in journal Studia Islamika, Vol. 19, No. 1, 2012 and my personal blog, click http://bit.ly/S2KcYc.

  3. Click http://bit.ly/O45MqLto watch some videos on the digitization of manuscripts.

Belajar ibadah dari Pak Sopir

0
0

Cirebon - Perjalanan ziarah walisongo plus wali pitu di bali, merupakan perjalanan pertama saya menuju pulau dewata. Mendengar istilah wali pitupun baru saat itu mengenalnya. Apalagi ketika berbicara tentang bali, maka hampir semua orang akan tertuju pada keindahan laut dan pantai di seputaran bali, seperti Sanur, kuta, tanah lot, tanjung benoa dan lainnya, tidak sedikitpun terpintas tentang ziarah kepada para aulia yang ada disana.

Sebelum melakukan perjalanan, paling pertama yang terbesit dalam fikiran saya adalah tantangan fisik yang akan benar-benar dirasakan. Ketika pertama kali mengikuti perjalanan ziarah walisongo yang hanya memakan waktu sekitar 3-4 hari saja, hampir sekujur badan terasa pegal dan mengalami kelelahan yang cukup berat. Sedangkan perjalanan walisongo dan wali pitu di bali, akan melakukan perjalanan selama 6 hari. Hal itu memang cukup beralasan, Jarak Cirebon menuju Bali melalui jalur darat harus ditempuh selama seharian, belum lagi perjalanan menuju para makam wali songo yang berada di seputar jawa. Sehingga perjalanan 6 hari memang sangat bisa diterima.

Selama 6 hari perjalanan dalam wisata religi jawa dan bali, saya mendapatkan pelajaran yang cukup berharga. Hikmah perjalanan tersebut bukan didapatkan ketika berziarah di makam para aulia, tapi saya mendapatkannya dari seorang sopir bus.

Bersama rombongan dari Asrama Darul Hijroh Pondok Buntet Pesantren Cirebon, saya menaiki mobil bus Metropolitan yang disewa oleh panitia untuk melakukan perjalanan. Saya ditempatkan di rombongan santri putra di Bus B, sedangkan santri Putri menggunakan Bus A dengan nama bus yang sama. Pada awal perjalanan, agen wisata sekaligus pemandu wisata mengenalkan nama crew yang dibawa dalam Bus B yang terdiri dari 1 orang supir dan 1 orang kondektur.

“ Pak Sopir ini namanya Pak Edi, sedangkan Pak Kondekturnya namanya Pak Aceng. Nanti kalau dalam perjalanan membutuhkan bantuan keduanya, panggil namanya saja jangan memanggil dengan profesinya” Jelas Shofi sang pemandu wisata yang juga alumni pon-pes Lirboyo Kediri.

Pak Edi berumur sekitar 50 tahun, bapak asal cikijing majalengka ini terlihat sangat santai ketika mengemudi. Sepertinya sudah sangat pengalaman. Dari beberapa obrolan, diketahui juga kalau pak Edi ini pernah bekerja sebagai Sopir di Arab Saudi. Jadi, cukup bisa dimengerti ketika beberapa rekannya memanggil dengan sebutan pak haji. Sepertinya Pak Edi bisa memanfaatkan momen bekerja di Arab Saudi untuk bisa menunaikan rukun islam yang ke lima tersebut.

Dulu, sebelum mengenal sosok Pak Edi. Saya selalu beranggapan sopir Bus adalah oleh orang yang sering meninggalkan ibadah. Dengan segala kerepotan dan waktu yang harus terkejar, sering sekali saya melihat para armada Bus meninggalkan Sholat begitu saja. Apalagi kalau Bus menggunakan trayek, yang hanya bisa mendapatkan waktu istirahat cukup singkat.

Awalnya, anggapan itu juga tersemat pada sosok Pak Edi. Perjalanan menuju ziarah wali songo dan wali pitu di Bali memakan perjalanan selama enam hari dan sangat menguras tenaga. Semua itu bisa digambarkan dari posisi saya sebagai penumpang dan rekan yang lainnya, sering terlelap tidur ketika Bus sedang melakukan perjalanan.

Rute yang dilalui oleh Bus tidak semuanya bersahabat, tidak jarang harus melewati jalur bukit maupun pegunungan untuk bisa menuju tempat yang maksud. Jalur yang berkelok, jalan rusak, perjalanan malam, macet dan lainnya cukup membuat tenaga sopir bisa dipastikan sangat terkuras. Apalagi, selama perjalanan pulang pergi Cirebon – Bali, Bus Metropolitan tersebut hanya di kemudikan oleh Pak Edi Seorang.

Anggapan saya tentang sopir Bus yang sering meninggalkan ibadah sedikit mulai pudar. Saat Bus rombongan sampai di makam raden fatah Demak, waktu menunjukkan pukul 04.20 menjelang subuh. Saya beserta rombongan segera bergegas menuju masjid peninggalan wali tersebut untuk menunaikan sholat subuh. Dibelakang rombongan saya, ternyata terlihat Pak Edi menenteng sarung menuju masjid yang sama. Raut muka yang terlihat capai sangat tergambar jelas. Namun ternyata itu bukan menjadi halangan Pak Edi untuk menjalankan Sholat Shubuh berjamaah.

Rasa kagum saya mulai muncul pada sosok pak Edi ketika menyaksikan peristiwa itu. Dan ternyata kejadian itu terus berulang selama perjalanan. Setiap Bus rombongan berhenti untuk melakukan sholat, bersamaan dengan itu juga Pak Edi turun dengan menenteng sarung untuk bersama melakukan sholat. Padahal, Sopir ini baru saja melakukan perjalanan selama 12 jam. Rasa capek sepertinya dikesampingkan untuk bisa melakukan sholat berjamaah dengan rombongan yang lainnnya. Kali ini, saya bukan hanya kagum, tapi malu dengan apa yang dilakukan oleh pak edi. Sering sekali kita telat melakukan sholat dengan alasan capek, namu Pak Edi bisa melawannya dengan baik. Dan membuktikan bahwa tidak semua Sopir itu selalu meninggalkan ibadah.

Saat perjalanan pulang dari Bali, tanpa komando dari ketua rombongan, Pak Edi menepikan mobilnya pada sebuah masjid di pasuruan jatim saat waktu subuh sudah masuk. Dengan cekatan, Pak Edi menyalakan lampu Bus yang selama perjalanan dimatikan agar tidak mengganggu konsentrasinya ketika mengemudi. 

“ibu-ibu, bapak-bapak dan rekan-rekan santri, silahkan sholat subuh dulu” Pak Edi dengan ramah mengingatkan para penumpang untuk melaksanakan sholat shubuh.

Bersamaan dengan itu, pak edi juga ikut turun dengan kembali menenteng sarung yang selalu setia menemaninya untuk menunaikan sholat Shubuh. Saya yang saat itu juga berada di Masjid, mempersilahkan Pak Edi untuk menjadi imam, karena saat itu jamaah shubuh di masjid sudah selesai dilaksanakan. Walaupun Pak Edi memaksa saya untuk menjadi imam, tapi semua itu saya tolak dengan halus, karena saya yakin sosok yang satu ini bukan orang yang sembarangan dalam ibadah.

Karena saya selalu menolak, Pak Edi akhirnya bersedia untuk menjadi imam. Kekaguman saya pada sosok Pak edi kembali terulang, karena semua bacaan sholat yang diucapkan sangat fasih, bahkan beliau menggunakan ayat yang cukup panjang. Bukan surat-surat pendek yang biasa saya baca ketika sholat. Apalagi ketika membacakan qunut, beliau juga bisa memposisikan bacaan tersebut sebagai imam dengan benar dan lancar.

Indahnya bisa merasakan hari itu, saya mendapatkan pelajaran yang cukup berharga dari sosok sopir yang awalnya saya Su'udzoni. Tak terasa, seusai sholat tangan saya langsung menggapai tangan beliau dan menciumnya. Ini mungkin salah satu reflek saya sebagai bentuk kekaguman kepada beliau. Lebih-lebih, ketika Sopir Bus yang digunakan oleh rombongan lainnya bercerita pada saya.

“ Kalau di rumah, pak edi itu ngajar ngaji mas...”

Subhanallah..., andai saja semua sopir bus di Indonesia seperti pak Edi. Mungkin tidak akan terjadi kecelakaan yang menimbulkan banyak korban dikarenakan mabuk maupun menggunakan narkoba, atau ngebut ugal-ugalan karena tidak sabar. Seorang tokoh yang layak jadi panutan semua sopir Bus di Indonesia.

Dalam perjalanan pulang, salah seorang penumpang memutarkan lagu Ummi Kultsum. Lagu yang paling digemari di Pondok Buntet Pesantren. Dan kekaguman saya ditutup dengan Pak Edi mengajak penumpang yang lainnya, untuk bersama-sama menerjemahkan lagu Ummi Kultsun kedalam bahasa Indonesia.

Perjalanan pulang ziarah kali ini, saya mendapatkan pengalaman yang cukup berharga. Yang bisa membuka mata kita akan pentingnya ibadah sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia. Mulai saat itu, saya taklagi memanggil pak sopir ataupun pak edi, tapi saya memanggilnya Pak Haji. Titel yang sangat layak untuk dipegang oleh supir teladan dan taat ibadah seperti beliau.


Dari Jarik Cirebon, http://suarakomunitas.net/baca/24137/belajar-ibadah-dari-pak-sopir.html